Kondisi pandemi saat ini yang tidak kunjung membaik membuat rasa khawatir yang kian hari juga makin meningkat. Terlebih ketika mengetahui beberapa rekan kerja satu kantor suami pun sudah terinfeksi virus corona dan daerah tempat tinggal saya yang sudah menjadi zona merah.
Ini menjadi obrolan saya dan suami hari ini. Saya sampaikan ketakutan atau kekhawatiran bagaimana jika saya atau suami atau keluarga kami ada yang ikut terinfeksi virus corona. "Kita harus siap dengan kondisi terburuk." Jawab suami saya singkat. "Siap jika sewaktu-waktu kita harus kehilangan." Tambahnya. Dan itu adalah hal yang saya selalu belum siap dan takutkan. Kehilangan orang yang dicintai. Lebih tepatnya, merasa kehilangan yang sebenarnya pun bukan milik kita.
Suami pun melanjutkan.
"Sepertinya, kondisi seperti sekarang ini, kita perlu mengatur ulang rasa takut kita. Ya, me-manage rasa takut, ngerti ngga maksudnya?". Ha? saya menggeleng. Saya belum mengerti arah pembicaraan ini.
"Artinya mengatur prioritas, apa yang seharusnya paling kita takutkan. Ya, seperti membuat urutan ketakutan kita. Apa yang pertama, kedua dan seterusnya". Saya pun masih belum begitu paham apa maksudnya.
"Misalnya, ketika kita naik pesawat. Kondisi terburuk adalah pesawat akan jatuh. Yang paling kita takutkan apa? pesawat jatuhnya? kita tidak akan selamat? bukan,, harusnya bukan itu. Yang paling kita takutkan harusnya jika kita meninggal ketika pesawat tiba-tiba jatuh, 'kita sudah siap belum menghadap Allah? Sudah cukupkah bekal amal kebaikan kita? Mampukah kita selamat dari siksa kubur?'. Harusnya ini yang menjadi ketakutan utama kita jika kondisi terburuk terjadi. Setelah ketakutan ini, barulah ketakutan yang lain, misalnya, kalau kita meninggal lalu bagaimana dengan keluarga yang kita tinggalkan, dst."
Deg. Iya benar. Ini yang tidak pernah terpikirkan sama sakali dalam pikiran saya. Bayangkan, jika saat dalam pesawat tersebut, pikiran kita lebih fokus pada ketakutan yang utama. Dengan menyadari amalan yang tidak banyak, maka kita akan seolah diarahkan atau memilih untuk banyak berdzikir dan beristighfar selama di dalam pesawat tersebut. Ya, supaya ketika tiba-tiba pesawat jatuh dan kita meninggal kita akan menghadap Allah dalam keadaan mengingat Allah dan berharap hal ini akan menjadi tambahan bekal menghadap Allah. Untuk ketakutan-ketakutan yang lain kita cukup serahkan kepada Allah saja.
Pun dalam kondisi pandemi ini, ketakutan apa yang layak kita letakkan pada urutan utama? Sama. Ketakutan akan kondisi iman kita dan bekal amal kebaikan kita, jika sewaktu-waktu di masa pandemi ini Allah memanggil kita.
Dengan mengatur ulang rasa takut seperti ini, kita akan lebih banyak melakukan aksi kebaikan daripada terjebak dalam pikiran-pikiran kalut yang bahkan cenderung akan melemahkan iman kita. Baru kemudian, ketakutan selanjutnya yaitu bagaimana dengan keluarga yang kita tinggal, atau bagaimana jika kita ditinggalkan oleh orang yang kita cintai. Tapi, karena ketakutan utama adalah ketakutan yang berdasarkan iman dan orientasinya adalah Allah, maka ketakutan yang selanjutnya juga akan lebih ringan kita rasakan. Karena akan kita hadapi juga dengan kekuatan iman.
MashaaAllah, sungguh sudut pandang suami ini mengubah pandangan saya. Saya katakan pada diri:
"Kamu punya Allah. Serahkan pada Allah takdir terbaik untukmu dan keluargamu. Yang kamu lakukan adalah ikhtyar semaksimal mungkin dan terus perbanyak bekal kebaikan dan jaga iman agar siap ketika takdir Allah membawamu menemui-Nya".
Alhamdulillah, sudut pandang ini, memberikan kekuatan baru dalam diri menjalani hidup di era pandemi ini. Menggeser ketakutan-ketakutan yang selama ini menguasai pikiran saya. Meletakkan ketakutan pada tempat yang seharusnya, sesuai dengan urutan yang semestinya. Ketakutan yang didasari oleh iman dan bermuara pada Allah.
Terimakasih Mas,, untuk tak pernah lelah memberikan nasihat untuk diri yang selalu butuh untuk diarahkan..
*********************************
Poin komunikasi hari ini adalah belajar berkomunikasi pada diri sendiri. Mengubah pandangan yang lebih baik untuk menghasilkan kekuatan baru dalam diri.
Tantangan komunikasi hari ini adalah sepertinya bukan pada proses komunikasi pada diri sendiri-nya, tetapi lebih ke bagaimana menjaga hasil dari komunikasi ini. Terus konsisten berkomunikasi dan mengingatkan diri sendiri, serta menjaga agar ketakutan tetap berapa pada porsi dan urutannya.
Berapa bintang hari ini?? 🌟🌟🌟🌟🌟 untuk diri yang berhasil berkomunikasi pada diri sendiri dan berhasil mendapatkan kekuatan baru dari apa yang disampaikan pada diri sendiri.
No comments