Sebenarnya bukan pertama kali Aisuah melihat pulpen. Aisyah pernah beberapa kali melihat saya memakai pulpen saat saya menulis. Tapi, biasanya saya akan buru-buru memasukkan pulpennya dan mengalihkan untuk memberikan pensil warna atau crayon jika Aisyah ingin memakai pulpen. Alasannya lebih karena soal keamanan. Ayah Aisyah pernah punya pengalaman di waktu kecil, tangan kakaknya tidak sengaja tertusuk pulpen ketika bermain. Ini membuat ayahnya khawatir Aisyah bermain-main dengan pulpen. Apalagi seusia Aisyah masih terlalu kecil, belum mengerti tentang sesuatu itu bahaya atau tidak.
Tapi kali ini, saya lupa memasukkan pulpen ke dalam dompet, tempat alat tulis saya, setelah memakai pulpen. Dan, Aisyah melihat dan langsung dimainkan. Karena melihat dia yang begitu antusias. Pulpen yang dipegang Aisyah adalah pulpen yang harus diputar terlebih dahulu agar ujung pulpen bisa keluar dan bisa dipakai menulis. Aisyah seperti menemukan mainan baru. Aisyah putar-putar sampai bisa menemukan ujung pulpen keluar. Siapa yang tega akan menghentikan Aisyah yang sedang asyik mengeksplorasi seperti ini?
Aisyah berhasil menemukan putaran yang pas untuk membuat ujung pulpen keluar. Dia mencorat coret di kertas. Tidak hanya di kertas, dicoba coret tangannya dengan pulpen, sambil berkata kepada saya dengan tersenyum bahagia:
"Mama, tangan Aisyah coret". Baiklah nak, nikmatilah dulu ekplorasimu, sambil mamah memikirkan cara untuk membuatmu mau mencoret-coretnya di kertas saja.
Aha!
Saya mencoba berdialog dengan Aisyah.
"Aisyah lihat, ini kertasnya masih kosong belum dicoret sama Aisyah. Coret di sini yuk!". Responnya? Aisyah hanya melihat ke arah kertas sejenak dan lanjut mencoret coret tangan dan kakinya. Saya coba lagi.
"Kertasnya kosong lho. Kita bisa gambar kotak dan bulat-bulat di sini. Asyik". Kebetulan Aisyah sedang suka dengan kotak dan bulat. Aisyah pun langsung menyambut ajakan saya, dan berpindah menggambar di kertas yang ada.
Selanjutnya, karena ayah Aisyah masih khawatir Aisyah bermain-main dengan pulpen, bagaimana caranya Aisyah mau mengganti pulpennya dengan pensil warna atau crayon. Saya coba putar otak lagi, bagaimana cara ngomongnya ya 😅
"Aisyah, ini pensil warna. Warna warni lho, mau pakai ini?". Aisyah masih tidak tertarik. Lalu saya coba menggambar di kertas dengan pensil warna.
"Wah, warna merah, bagus ya Aisyah", sambil saya meneruskan dengan mencoba-coba warna yang lain dengan harapan Aisyah tertarik. Alhamdulillah, tidak lama kemudian Aisyah tertarik dan mau bermain dengan pensil warna dan crayon. Tak lupa kalimat penutup komunikasi hari ini:
"Pulpennya mama simpan dulu ya."
"Pulpennya tajam, khawatir ketusuk"
"Nanti kalau udah lebih besar, Aisyah boleh pakai pulpennya."
"Aisyah pakai cayon (baca:crayon)." Jawab Aisyah. Sepertinya dia mengerti maksud saya menyimpan dulu pulpennya. Semoga.
Alhamdulillah.. senang sekali rasanya, saya tidak terjebak dengan respon yang agresif, seperti langsung melarang dan menghentikan Aisyah yang sedang asyik eksplorasi. Saya bisa bersabar, berfikir untuk memilih diksi yang baik dan berusaha mengatur emosi agar tetap menunjukkan bahasa tubuh yang baik. Bayangkan, saat anak dalam kondisi ini, anak sedang berusaha menyambungkan neuron-neuron di otaknya. Respon agresif kita bahkan ditambah kalimat negatif bisa memutus tiba-tiba neuron-neuron otak yang sedang tersambung.
Berapa bintang untuk komunikasi hari ini untuk Mama dan Aisyah? 🌟🌟🌟🌟🌟
Yeyy.. Terimakasih untuk terus membersamai mama berproses yaa Aisyah.. 🤗🤗
No comments